Kamis, 15 Desember 2011

fenomena sosiologi komunikasi

FENOMENA PELECEHAN SEKSUAL AKIBAT PORNOMEDIA
(Pelecehan Seksual pada Wanita didalam KRL jurusan Surabaya-Porong-Surabaya)
(Di Tujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Sosiologi Komunikasi”)















Oleh :

Rizqi Awwaliyah (B36209019)

Pembimbing :
Nikmah Hadiati S, M.Si.




5/F2 ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala karunia dan rahmat-Nya, tugas makalah mata kuliah Sosiologi Komunikasi yang mengambil tema “FENOMENA PELECEHAN SEKSUAL AKIBAT PORNOMEDIA” ini dapat terselesaikan dengan baik dan alhamdulillah tepat pada waktunya. Saya menyusun makalah ini guna memenuhi tugas individu dan juga agar lebih memahami tema yang di pilih.

Dalam makalah ini, saya berusaha menampilkan isi secara rinci dan jelas. saya juga mengulas poin-poin penting agar wacana yang saya tulis dapat dipahami dengan baik, namun tetap mudah dicerna oleh pembacanya.

Tak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Nikmah Hadiati S, M.Si. Selaku dosen mata kuliah Sosiologi Komunikasi, yang telah memberi acuan kepada saya

2. Teman-teman dan pihak-pihak lain yang telah membantu serta mendukung saya, sehingga tugas makalah ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.

Akhir kata, saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna. saya mohon maaf jika ada kekeliruan yang disengaja ataupun tidak disengaja, dalam penyusunan tugas ini. Saya juga menerima kritik dan saran, agar tugas-tugas saya berikutnya dapat lebih baik dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi semua, khususnya pembacanya.

Wassalammu’alaikum Wr.Wb

Desember 2011

Penyusun

BAB I
LATAR BELAKANG

Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja baik tempat umum seperti bis, KRL, pasar, sekolah, kantor, maupun di tempat pribadi seperti rumah.
Peristiwa pelecehan seksual di dalam gerbong KRL Surabaya-Porong-Surabaya sering menimpa penumpang perempuan dan kejadian ini tak bisa dibiarkan. PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) maupun anak perusahannya, harus mengusut tuntas kasus ini dan tidak membiarkan hal itu terus terjadi.
Transportasi massal seperti Kereta Listrik (KRL) dan Kereta Diesel (KRD) merupakan primadona bagi sebagian besar warga Ibukota. Namun pelayanan angkutan murah meriah tersebut masih saja mengabaikan keselamatan, moral mau pun etika penumpangnya.
Ratusan warga Surabaya dan sekitarnya setiap hari menggunakan jasa angkutan KRL. Karena selain memang murah, dengan KRL penumpang yang sebagian besar karyawan, mahasiswa dan pelajar bisa mencapai tujuan dengan lebih cepat ketimbang angkutan umum lainnya seperti bis kota, yang sering kali terjebak dalam kemacetan.
Namun tragisnya, jangan pernah berharap nyaman naik KRL khususnya bagi kaum hawa. Banyak penumpang wanita kerap menjadi korban pelecehan seksual. Kasus pelecehan seksual, menimpa sejumlah penumpang wanita KRL/KRD jurusan Surabaya-Porong-Surabaya. Meski menjadi korban pelecehan seksual, tetapi mereka umumnya tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi melaporkan kepada pihak yang berwajib. Korban hanya bisa pasrah dan sekadar menggerutu.
Pelecehan seksual terjadi selama dalam perjalanan dilakukan penumpang laki-laki terhadap perempuan. Biasanya pelaku melakukan aksi pelecehan seksual di saat penumpang kereta berjubel dan banyak berdiri.
Cara melakukan pelecehan, pelaku mendekati si korban dan menghimpitnya dalam posisi duduk. Awalnya pelaku mencoba mengajak berbicara seolah-olah sudah kenal lama. Setelah dianggap sudah nyaman dengan obrolan, si pelaku mulai mengubah letak tangannya. Tiba-tiba saja tangan pelaku memegang paha korban dan mengelus-elusnya dari ujung paha hingga pantat korban.
Sasaran pelecehan seksual tak hanya wanita muda, cantik dan bodi menggairahkan tetapi juga menimpa ibu-ibu paruh baya. Pelaku seperti orang gila bila sedang melancarkan aksinya. Wanita yang menjadi korban pelecehan seksual ada yang sadar, tetapi ada pula tidak mengerti kalau dirinya tengah dijadikan sasaran oknum pemburu nikmat syahwat. Selama dalam perjalanan sang pelaku terus berupaya menjalankan aksinya. Meski kadang korban berusaha menghindari tapi pelaku terus memepetnya Andai saja banyak penumpang kereta khususnya wanita yang menjadi korban mengeluh dengan mempertanyakan leluasanya pelaku pelecehan seksual tersebut. “saat itu saya tidak menyadari kalau saya tengah digerayangi. Saya kaget tiba-tiba ada laki-laki yang megangin pantat dan menyentuh bagian tubuh saya yang lain dengan sengaja,” ujar miss Y salah satu mahasiswi korban pelecehan. Meski disentuh dan digerayangi, miss Y mengaku tak berani berteriak apalagi melawan lantaran kereta penumpangnya berjubel dan didominasi kaum laki-laki. “Saya gak berani berteriak karena malu, lagian kalo negor malah ditertawain sama penumpang lain,” ucapnya menuturkann pengalanman buruk yang dialami.
Korban pelecehan seksual lainnya menimpa teman saya sendiri, sebut saja bunga. Modus pelecehan seksual ini sama dengan yang dialami korban sebelumnya. Bunga dengan polos mengisahkan seorang pria pernah memegang pantat dan mengelus pahanya..
”Saya tak bisa berkutik ketika kakek tua itu memegang pantat saya, bapak itu waras apa gila ya, dia dengan sengaja memegang pantat saya sambil menatap tajam saya” ujar bunga. Bunga mengaku hingga kini masih trauma dan teringat terus kejadian tersebut. Seringnya terjadi pelecehan seksual di atas KRL ini, diakui Sarijo, satu kondektur KRL Ia mengaku pihaknya dan kondektur lainnya tidak berani menegor lantaran masih sangat sulit mengharapkan disiplin dari penumpang KRL. Walapun Pihak kereta api selama ini pernah menyediakan gerbong khusus untuk wanita, tapi pada akhirnya gerbong tersebut dihapus lagi. Karena ternyata sudah dibuat khusus bagi wanita, ternyata tetap saja diserobot penumpang pria.
Media massa memiliki peranan yang cukup besar dalam menyebarluaskan informasi. Pornografi termasuk salah satu diantaranya1. Konstruksi sosial media massa merupakan sarana yang paling kuat untuk membentuk pengetahuan umum, opini maupun wacana. Bukan itu saja, media mendominasi kehidupan manusia, dan bahkan mempengaruhi emosi dan pertimbangan yang manusia lakukan.
Perkembangan teknologi memiliki dampak terhadap teknologi informasi yang kemudian mendorong media massa menjadi suatu kebutuhan penting dalam kehidupan masyarakat modern. Tidak hanya itu, perkembangan teknologi informasi juga telah mendukung perkembangan pornomedia.
Indonesia sendiri telah terkena dampak dari epidemi tersebut. Berbagai kasus yang terjadi dapat menjadi indikasi dari kenyataan tersebut. Sebagai contoh adalah iklan-iklan yang ditayangkan di media cetak maupun elekronik seperti iklan minuman penambah energi, alat kontrasepsi, obat-obatan, dan lain sebagainya. Televisi, tabloid, film dan berbagai komoditi media lainnya tak henti-henti menggelarkannya. Kontra pornografi yang digaungkan justru mengundang individu untuk mengetahuinya lebih jauh. Media seakan-akan menjadi suatu sarana yang menjanjikan bagi pornografi.
Permasalahan yang muncul saat ini adalah cara media menyajikan suatu kejadian kepada publik. Perbedaan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh masing-masing kelompok masyarakat akan mengakibatkan timbulnya perbedaan persepsi mengenai pornografi. Sesuatu yang dipandang porno oleh suatu kelompok belum tentu dipandang demikian oleh kelompok yang lain yang mana hal ini dapat memicu timbulnya konflik sosial.
Pembahasan pornografi yang digelar oleh media - baik cetak maupun elektronik – nampaknya menjadi pemicu dari beberapa perbuatan menyimpang tersebut. Contoh-contoh diatas menunjukkan betapa media memiliki kekuatan untuk mempengaruhi khalayak. Media massa memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi erotisme, membangun kesadaran palsu khalayak bahwa erotisme merupakan suatu kebenaran. Bahkan media dapat memoles erotisme menjadi suatu keindahan yang baik untuk dinikmati.
Ada beberapa tanggapan yang diberikan oleh masyarakat sehubungan dengan pornomedia saat ini. Pertama, tayangan pornomedia tidak memberikan inspirasi untuk melakukan hubungan seks, melainkan memperkuat keinginan yang sudah ada pada seseorang untuk melakukannya. Kedua, pornomedia merupakan sebuah khatarsis atau penyaluran emosi2. Ketiga, khalayak tidak begitu saja meniru tayangan pornomedia begitu saja. Pornomedia hanya mendorong mereka yang sudah memiliki niat buruk dalam hatinya. Keempat, pornomedia merupakan suatu permasalahan sosial karena dapat merusak moral bangsa.
Hal-hal yang berhubungan dengan wanita, seks, dan pornografi menjadi ladang eksploitasi pemberitaan media kapitalis, karena tema ini menarik dan laku di masyarakat. Refleksi sosial direfleksikan ke dalam refleksi media melalui refleksi maya, yaitu berupa cerita, gambar yang isinya mengenai realitas sosial. Bahkan adakalanya media dengan sengaja menciptakan gambar-gambar palsu yang seakan-akan memunculkan suatu pengalaman yang dirasakan sendiri.
Erotisme atau cerita-cerita seksual menjadi hal yang menarik karena ditabukan selama ini. Sensualitas menjadi sebuah misteri yang menimbulkan keingintahuan. Saat ini media film kartun, komik, dan game yang berasal dari Jepang sedang mewabah di Indonesia. Padahal tak sedikit dari komoditi-komoditi tersebut yang ditunggangi oleh pornografi.
Pada masa kini kebanyakan media massa menggunakan kapitalisme sebagai ideologi dominan3. Faham inilah yang kemudian dianut oleh media untuk menjual produknya agar laku keras. Contoh lain yang terjadi adalah fenomena Inul Daratista. Sosok Inul sebagai artis musik dangdut yang penuh dengan gerakan-gerakan sensual atau disebut juga sebagai pornoaksi bergeser menjadi pornografi ketika media menyorot dan mengangkat tema tersebut sehingga menimbulkan kontroversi sosial. Media sebagai sarana konstruksi sosial dengan sengaja ataupun tidak telah menciptakan anomali dalam kehidupan masyarakat.
Masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat yang pluralis terdiri dari berbagai kelompok sosial, namun mengandung konflik karena ada kepentingan yang berbeda antara pemerintah dengan rakyat. Oleh sebab itu, timbul berbagai definisi yang berbeda mengenai pornografi4. Penilaian tentang hal yang termasuk pornografi dan yang bukan menjadi relatif sifatnya.
Media massa merupakan salah satu sarana konstruksi sosial yang ampuh. Kekuatan media massa membuat obyek pemberitaan massa hampir selalu merupakan kebenaran. Mitos media sebagai ikon publik membuatnya mampu membuat suatu obyek pemberitaan menjadi positif ataupun negatif.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pornografi merupakan musuh dari semua agama yang ada di Indonesia. Namun, tidak dapat disangkal pula bahwa tidak sedikit anggota dari kelompok sosial yang menaruh minat.terhadap tayangan-tayangan maupun tulisan-tulisan porno. Media massa hanya berusaha merefleksikan kebutuhan masyarakat, dan ia sendiri sebetulnya merupakan bagian dari masyarakat tersebut yang bisa jadi tidak anti porno.
Namun tanpa mengabaikan peran media yang sebenarnya, media massa merupakan institusi yang melayani kepentingan publik, yang seharusnya dapat membedakan mana yang baik untuk diberitakan dan mana yang tidak. Media boleh saja mempengaruhi kehidupan manusia, namun tetap saja yang mengendalikan arahnya adalah manusia.
BAB II
ANALISIS ISI

Masalah tubuh perempuan sebagai objek porno, sebenarnya telah lama menjadi polemic di hampir semua masyarakat. Ada kelompok yang memuja-muja tubuh sebagai objek seks serta merupakan sumber kesenangan, keintiman, dan seni. Kelompok ini memandang seks sebagai sumber ketenangan batin, sumber inspirasi bahkan salah satu tujuan akhir perjuangan manusia. Selain kelompok ini ada juga kelompok yang menuduh seks sebagai sumber malapetaka bagi kaum perempuan. Pemikiran feminis radikal menganggap jenis kelamin sebagai sumber persoalan seksisme yakni deskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin. Pemikiran ini menuduh laki-laki secara biologis maupun politis menguasai tubuh perempuan. Karena laki-laki memiliki tubuh lebih kuat. Untuk memperlakukan perempuan sebagai objek seks mereka. Laki-laki juga secara politis menciptakan ideologi patriarki sebagai dasar penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan previllege terhadap perempuan.
Kelompok feminis marxis melihat bahwa ideologi kapitalis adalah sumber penguasaan seks terhadap perempuan. Jatuhnya status seks perempuan disebabkan karena perubahan dalam sistem kekayaan. Era private property yaitu era hewan piaraan dan pertanian sebagai masa awal penciptaan suplus yang kemudian menjadi awal bagi perdagangan dan produksi untuk perdagangan. Maka mereka menguasai hubungan sosial dan politik sedangkan perempuan di reduksi sebagai bagian dari property5.
Pemikiran-pemikiran tersebut mendasari semua argumentasi dan polemic tentang seks sebagai objek porno di masyarakat baik sebagai alasan memuja-muja seks maupun alasan memuja-muja seks maupun alasan penguasaan objek seks. Walaupun kedua alasan itu hanya berbeda pada cara mereka mengeksploitasi seks, akan tetapi target eksploitasi tetap saja adalah seks sebagai objek. Dengan demikian dari masa ke masa masyarakat terus berpolemik tentang seks.
Pada umumnya perubahan sikap masyarakat menerima seks secara terbuka, secara revolusioner baru pada abad ke 20 hingga 21 ini. Sebelum itu seks selalu dipandang oleh banyak masyarakat sebagai perilaku yang tertutup.
Pagi di bulan September merupakan karya Paul Chabas tahun 1912 yang melukiskan seorang gadis telanjang yang sedang bermain di kali serta lukisan Bersantap Siang di Rumput karya Edouard Monet yang melukiskan seorang gadis telanjang duduk di rumput bersama dua orang lelaki yang rancak dandanannya merupakan lukisan yang mendapat sorotan tajam dan dianggap melawan hukum pada saat itu. (Swerdolff 1988: 108). Pada kenyataannya sehari-hari seperti masyarakat suku Shavante di Brasilia Tengah hidup tanpa busana (Bradbury, dalam Bungin 2003: 88) dianggap oleh masyarakat tersebut bahkan orang lain sebagai suatu kewajaran subkultur karena nilai-nilai masyarakat itu tidak melihatnya sebagai suatu porno (Bungin, 2003: 87-88)
Pada sisi lain dari kehidupan masyarakat kota dijumpai beberapa wanita lebih senang dieksploitasi atau mengeksploitasi dirinya sebagai objek porno. Banyak wanita yang senang menonjolkan bagian-bagian tubuhnya untuk menjerat lawan jenisnya.bentuk tantangan seperti ini adalah sisi lain dari subjektivitas wanita dalam memperlakukan perilaku seksnya, serta bagaimana mereka menempatkan tingkah laku tersebut pada makna porno yang sesungguhnya
Melihat bahwa wacana porno itu selalu di tanggapi secara subjektif menurut konteks nilai yang berlaku di masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu, maka perdebatan-perdebatan tentang persoalan seks dan hal ihwal yang berhubungan dengannya, harus dimulai dan pandangan intrasubjektif maupun intersubjektif tentang makna sebenarnya dari porno yang diperdebatkan itu.
Perdebatan harus menjawab persoalan-persoalan porno berdasarkan consensus nilai di masyarakat Indonesia mengenai makna porno itu sendiri. Paling tidak harus dapat menjawab bahwa pemaknaan porno di suatu masyarakat dapat menggeserkan konseptualisasi seks secara normative dimana seks sebagai “sesuatu” yang sakral menjadi seks yang dipahami sebagai komoditas, eksploitasi seks dalam berbagai aspek porno akan mengundang syahwat bagi lawn jenis. Sehingga prilaku porno tidak dapat dihindari. Kedua aspek tersebut dapat membawa masyarakat pada konsekuensi prilaku seks yang menyimpang di masyarakat, dank arena itu kedua aspek di atas dapandang bertentangan dengan konsensus nilai-nilai seksual masyarakat Indonesia.
Dalam konteks media massa, pornografi, pornoteks, porno suara, dan porno aksi menjadi bagian-bagian yang saling berhubungan sesuai dengan karakter media yang menyiarkannya. Bahkan varian-varian porno ini menjadi satu dalam media jaringan,seperti internet yaitu yang sering dikenal dengan cyber sex, cyber porno, dan sebagainya. Agenda media tentang varian porno dan penggunaan media massa dan telekomunikasi ini untuk menyebarkan varian tersebut inilah yang dimaksud dengan pornomedia6. Dengan demikian, konsep porno media meliputi realitas porno yang diciptakan oleh media, seperti antara lain gambar-gambar dan teks porno yang dimuat di media cetak, film-film porno, cerita cerita cabul dan provider telepon yang menjual jasa suara-suara rayuan porno.
  • Teknologi dan Pornografi
Pornografi yang diedarkan secara massal sama tuanya dengan mesin cetak sendiri. Hampir bersamaan dengan penemuan fotografi, teknik ini pun digunakan untuk membuat foto-foto porno. Bahkan sebagian orang mengatakan bahwa pornografi telah menjadi kekuatan yang mendorong yang mendorong teknologi dari mesin cetak, melalui fotografi (foto dan gambar hidup) hingga video, TV satelit dan internet. Seruan-seruan untuk mengatur atau melarang teknologi-teknologi ini telah sering menyebutkan pornografi sebagai dasar keprihatinannya.
  • Manipulasi foto dan pornografi yang dihasilkan oleh komputer.

Sejumlah pornografi dihasilkan melalui manipulasi digital dalam program-program editor gambar seperti Adobe Photoshop. Praktik ini dilakukan dengan membuat perubahan-perubahan kecil terhadap foto-foto untuk memperbaiki penampilan para modelnya, seperti misalnya menyingkirkan cacat pada kulit, memperbaiki cahaya dan kontras fotonya, hingga perubahan-perubahan besar dalam bentuk membuatphotomorph dari makhluk-makhluk yang tidak pernah ada seperti misalnya gadis kucing atau gambar-gambar dari para selebriti yang bahkan mungkin tidak pernah memberikan persetujuannya untuk ditampilkan menjadi film porno.
Manipulasi digital membutuhkan foto-foto sumber, tetapi sejumlah pornografi dihasilkan tanpa aktor manusia sama sekali. Gagasan tentang pornografi yang sepenuhnya dihasilkan oleh komputer sudah dipikirkan sejak dini sebagai salah satu daerah aplikasi yang paling jelas untuk grafik komputer dan pembuatan gambar tiga dimensi.
Pembuatan gambar-gambar lewat komputer yang sangat realistik menciptakan dilema-dilema etika baru. Ketika gambar-gambar khayal tentang penyiksaan atau pemerkosaan disebarkan secara luas, para penegak hukum menghadapi kesulitan-kesulitan tambahan untuk menuntut gambar-gambar otentik yang menampilkan perbuatan kriminal, karena kemungkinan gambar-gambar itu hanyalah gambar sintetik. Keberadaan foto-foto porno palsu dari para selebriti memperlihatkan kemungkinan untuk menggunakan gambar-gambar palsu untuk melakukan pemerasan atau mempermalukan siapapun yang difoto atau difilmkan, meskipun ketika kasus-kasus itu menjadi semakin lazim, pengaruhnya kemungkinan akan berkurang. Akhirnya, generasi gambar-gambar yang sama sekali bersifat sintetik, yang tidak merekam peristiwa-peristiwa yang sesungguhnya, menantang kritik-kritik konvensional terhadap pornografi.
Hingga akhir 1990-an pornografi yang dihasilkan melalui manipulasi digital belum dapat dihasilkan dengan murah. Pada awal 2000-an kegiatan ini semakin berkembang, ketika perangkat lunak untuk pembuatan model dan animasi semakin maju dan menghasilkan kemampuan-kemampuan yang semakin tinggi pada komputer. Pada tahun 2004, pornografi yang dihasilkan lewat komputer gambarnya melibatkan anak-anak dan hubungan seks dengan tokoh fiksi seperti misalnya Lara Croft sudah dihasilkan pada tingkat yang terbatas.
Terbitan Playboy pada Oktober 2004 menampilkan foto-foto telanjang dada dari tokoh permainan video BloodRayne.
  • Internet
Dengan munculnya internet, pornografi pun semakin mudah didapat. Sebagian dari pengusaha wiraswasta internet yang paling berhasil adalah mereka yang mengoperasikan situs-situs porno di internet Demikian pula foto-foto konvensional ataupun video porno, sebagian situs hiburan permainan video "interaktif". Karena sifatnya internasional, internet memberikan sarana yang mudah kepada konsumen yang tinggal di negara-negara di mana keberadaan pornografi dilarang sama sekali oleh hukum, atau setidak-tidaknya mereka yang tidak perlu memperlihatkan bukti usia, dapat dengan mudah mendapatkan bahan-bahan seperti itu dari negara-negara lain di mana pornografi legal atau tidak mengakibatkan tuntutan hukum7.
Dengan munculnya aplikasi berbagi file peer-to-peer seperti Kazaa, tukar-menukar pornografi telah mencapai rekor yang baru. Pornografi gratis tersedia secara besar-besaran dari para pengguna lainnya dan tidak lagi terbatas pada kelompok-kelompok pribadi. Pornografi gratis dalam jumlah besar di internet juga disebarkan dengan tujuan-tujuan pemasaran, untuk menggalakkan para pelanggan yang membeli program bayaran.
Sejak akhir tahun 1990-an, "porno dari masyarakat untuk masyarakat" tampaknya telah menjadi kecenderungan baru. Kamera digital yang murah, perangkat lunak yang kian berdaya dan mudah digunakan, serta akses yang mudah ke sumber-sumber bahan porno telah memungkinkan pribadi-pribadi untuk membuat dan menyebarkan bahan-bahan porno yang dibuat sendiri atau dimodifikasi dengan biaya yang sangat murah dan bahkan gratis.
Menurut Google, setiap hari terjadi 68 juta pencarian dengan menggunakan kata "porno" atau variasinya.
Status hukum pornografi sangat berbeda-beda. Kebanyakan negara mengizinkan paling kurang salah satu bentuk pornografi. Di beberapa negara, pornografi ringan dianggap tidak terlalu mengganggu hingga dapat dijual di toko-toko umum atau disajikan di televisi. Sebaliknya, pornografi berat biasanya diatur ketat. Pornografi anak dianggap melanggar hukum di kebanyakan negara, dan pada umumnya negara-negara mempunyai pembatasan menyangkut pornografi yang melibatkan kekerasan atau binatang.
Sebagian orang, termasuk produser pornografi Larry Flynt dan penulis Salman Rushdie, mengatakan bahwa pornografi itu penting bagi kebebasan dan bahwa suatu masyarakat yang bebas dan beradab harus dinilai dari seberapa jauh mereka bersedia menerima pornografi.
Kebanyakan negara berusaha membatasi akses anak-anak di bawah umur terhadap bahan-bahan porno berat, misalnya dengan membatasi ketersediaannya hanya pada toko buku dewasa, hanya melalui pesanan lewat pos, lewat saluran-saluran televisi yang dapat dibatasi orang tua, dll. Biasanya toko-toko porno membatasi usia orang-orang yang masuk ke situ, atau kadang-kadang barang-barang yang disajikan ditutupi sebagian atau sama sekali tidak terpampang. Yang lebih lazim lagi, penyebaran pornografi kepada anak-anak di bawah umur dianggap melanggar hukum. Namun banyak dari usaha-usaha ini ternyata tidak mampu membatasi ketersediaan pornografi karena akses yang cukup terbuka terhadap pornografi internet.
  • Pengaruh Pornomedia
Wacana mengenai konteks dan definisi porno selalu memiliki jarak waktu dan generasi yang panjang. Wacana konteks selalu meninggalkan wacana definisi, begitu pula generasi muda meninggalkan konsep-konsep generasi tua, karena perubahan sosial yang cepat.
Wacana konteks dan definisi yang berjarak, juga member pengaruh terhadap sikap dan perilaku orang terhadap fenomena porno. Sikap dan perilaku juga selalu berjarak ketika kedua wilayah (manusia ini dihadapkan dalam fenomena porno). Pada tataran sikap orang belum tentu menerima porno begitu pula pada tataran perilaku belum tentu orang melakukan tindakan-tindakan porno. Dengan kata lain, antara sikap dan perilaku ada perbedaan yang menyangkut pola tindakan orang pada fenomena porno. Meski tidak disangkal, ada pribadi tertentu dimana sikap dan perilaku konsisten satu dengan lainnya.
Jadi, substansi pengaturan dari definisi porno ini menyinggung hak-hak pribadi seseorang, sedangkan hak-hak itu sendiri adalah kebutuhan mendasar setiap orang dalam masyarakat, sehingga tidak pantas apabila ada sekelompok orang atau Negara yang bertindak sebagai sumber distribusi norma-norma yang mengatur hak-hak pribadi ini sementara ia sendiri bagian dari distribusi itu yang ikut juga menikmati porno.
Berikut ini adalah pengaruh porno media;
  1. Mengubah perilaku normal menjadi abnormal
  2. Meningkatkan kebiasaan menelusur dan mengonsumsi porno media dan menjadikan perilaku anomali sebagai kebiasaan.
  3. Mengumpulkan pandangan tentang pornomedia dan mengubah pandangan normal terhadap anomali pornomedia
  4. Mencari kepuasan pornomedia didunia nyata.
  5. Sikap terhadap kepuasan pornomedia di dunia nyata dan anomali seksual sebagai tindakan normal dan wajar.
BAB III
SOLUSI
Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja baik tempat umum seperti bis, pasar, sekolah, kantor, maupun di tempat pribadi seperti rumah. Dalam kejadian pelecehan seksual biasanya terdiri dari 10 persen kata-kata pelecehan, 10 persen intonasi yang menunjukkan pelecehan, dan 80 persen non verbal.
Walaupun secara umum wanita sering mendapat sorotan sebagai korban pelecehan seksual, namun pelecehan seksual dapat menimpa siapa saja. Korban pelecehan seksual bisa jadi adalah laki-laki ataupun perempuan. Korban bisa jadi adalah lawan jenis dari pelaku pelecehan ataupun berjenis kelamin yang sama.
  • Pelaku pelecehan seksual bisa siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama, warga negara, latar belakang, maupun status sosial.
  • Korban dari perilaku pelecehan sosial dianjurkan untuk mencatat setiap insiden termasuk identitas pelaku, lokasi, waktu, tempat, saksi dan perilaku yang dilakukan yang dianggap tidak menyenangkan. Serta melaporkannya ke pihak yang berwenang.
  • Saksi bisa jadi seseorang yang mendengar atau melihat kejadian ataupun seseorang yang diinformasikan akan kejadian saat hal tersebut terjadi. Korban juga dianjurkan untuk menunjukkan sikap ketidak-senangan akan perilaku pelecehan.
  • Pencegahan
Secara umum pencegahan pelecehan seksual dapat dilakukan dengan cara menghindari berpergian sendirian pada malam hari dan memakai pakaian yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang dapat mengundang orang lain melakukan pelacehan seksual. Walaupun tidak ada jaminan bahwa berpakaian tertutup akan aman dari perilaku pelecehan seksual, namun kode etik berpakaian secara profesional dan prilaku yang yang baik dianjurkan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Juga dianjurkan untuk pergi bersama teman atau keluarga lainnya apabila ada keperluan diluar dan memastikan bahwa keberadaan diri diketahui oleh orang lain.Pada dasarnya hak penumpang laki-laki dan perempuan tidak dibedakan. Hak para penumpang ini secara umum dilindungi oleh UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Secara spesifik ketentuan perkeretaapian mengatur melalui Pasal 131 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian bahwa yang menjadi hak penumpang antara lain adalah penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia. Memang ada kalanya dirasa keamanan di dalam kereta api kurang terjamin, terutama bagi perempuan. Seperti yang banyak terjadi adalah saat kereta api penuh sesak, perempuan dan laki-laki akhirnya berdesakan dan rawan terjadi pelecehan seksual.
Menurut saya, demi keamanan dan kenyamanan, sebaiknya penumpang perempuan menempati kereta khusus wanita yang telah disediakan. Jika penumpang perempuan tidak mendapat tempat di kereta khusus wanita dan terpaksa berdesak-desakkan dengan penumpang laki-laki, maka mereka perlu meningkatkan kewaspadaan dari tindakan pelecehan seksual atau melanggar kesusilaan. Tapi, jika kemudian ada indikasi seseorang melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan, misalnya meraba-raba bagian tubuh yang menurut kesopanan tidak boleh dilakukan, secara hukum penumpang perempuan yang bersangkutan dibenarkan untuk melakukan pembelaan diri. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
 
Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
 
Mengenai Pasal 49 ayat (1) KUHP di atas R. Soesilo berkomentar antara lain bahwa supaya orang dapat mengatakan dirinya dalam “pembelaaan darurat” dan tidak dapat dihukum harus dipenuhi tiga syarat:
1.   Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain.
2.   Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.
3.    Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group.
Bungin, Burhan., 2004, Pornomedia, Konstruksi sosial Teknologi Telematika & Perayaan Seks di Media Msssa, IKAPI, Jakarta
Blog A Nizami Posted on April 28, 2011

Blog Kukuh Herdianto Posted on 06:13 Tuesday, December 14, 2010

Dilla, Sumadi, 2007, Makalah /Artikel, Quo Vadis Media Massa dalam Pilkada.
http://www.detiknews.com/read/2011/04/26/170658/1626105/10/anggota-dpr-jika-serius-pt-kai-mudah-tangkap-pelaku-pelecehan-seksual?nd992203605
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
Sari, Dita Indah. “Pornografi, Represi atau Penyadaran ?”, Kompas, 8 Desember 2003

1 truly criminology ILM "Mengetahui dan Memahami"


2 berarti bilamana seseorang melihat pornomedia maka keinginannya sudah tersalurkan
3 Kapitalisme itu sendiri merupakan suatu faham penumpukan modal sebagai modal produksi atau penumpukan modal sebagai ideologi penuntun perilaku usaha mereka.
4 Penentuan definisi itu sendiri tidak lepas dari ideologi dominan yang dianut oleh masyarakat – kapitalis dalam hal ini. Karena itu, proses penentuan definisi porno pun merupakan proses pertarungan politik.

5 Laki-laki memiliki kontrol terhadap seks atas perempuan sebagai bagian dari kekuasaan sosial laki-laki

6 Pelecehan seksual, Pornografi dan Porno media. blog dari kukuh herdianto Posted on 06:13 Tuesday, December 14, 2010


7 Biaya yang murah dalam penggandaan dan penyebaran data digital meningkatkan terbentuknya kalangan pribadi orang-orang yang tukar-menukar pornografi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar